Senin, 27 Juli 2009

Cinta dari Uighur

Bacalah, dengarlah, tontonlah. Tapi gunakan nalar dan akal sehat Anda:

Sepuluh Syarat Cinta dari Uighur

Cina
Sepuluh Syarat Cinta dari Uighur
Kerusuhan etnis muslim di Cina menghasilkan tokoh sekelas Dalai Lama.
Tempo mewawancarai sang pembangkang, Rebiya Kadeer, di Washington.

Dua pekan setelah kerusuhan etnis di ibu kota Urumqi, wilayah otonomi Xinjiang, Cina, Direktur Festival Film Internasional Melbourne Richard Moore diprotes atase budaya Cina di Melbourne, Chen Chun Mei. Chen mendesak Moore menarik film berjudul Sepuluh Syarat Cinta dari agenda festival. Tapi Moore menolak desakan itu. ”Saya katakan tidak ada alasan kenapa film itu harus ditarik dari festival ini,” ujar Moore, Kamis pekan lalu.

Maklum, film itu berkisah tentang kehidupan Rebiya Kadeer, pemimpin Kongres Uighur Dunia di pengasingan yang memperjuangkan kemerdekaan Uighur dari Cina. Film yang dibuat oleh sutradara Melbourne, Jeff Daniels, itu akan diputar pada 8 Agustus, yang akan dihadiri oleh Rebiya. Tapi Moore tak bisa menjawab pertanyaan Konsul Chen, kenapa film itu harus diputar dalam festival ini. ”Saya tidak perlu
mencarikan alasan untuk membenarkan kenapa film itu diputar,” kata Moore, yang kemudian menutup pembicaraan lewat telepon itu dengan Chen.

Pemerintah Beijing menuduh Rebiya Kadeer dan organisasinya, Kongres Uighur Dunia, yang bermarkas di Washington, DC, Amerika Serikat, sebagai biang keladi kerusuhan yang menyebabkan 192 orang tewas, 1.721 luka, 331 kedai dan 627 mobil hangus. Menurut pemerintah Cina, sebagian besar korban adalah etnis Han, yang merupakan etnis pendatang di wilayah Xinjiang. Tapi ibu 11 anak ini membantah. ”Saya berjuang
untuk hak asasi dan untuk penentuan nasib sendiri rakyat Uighur,” kata Rebiya kepada Atria Rai, koresponden Tempo di Washington, DC.

Rebiya yang telah berusia 62 tahun kini menjadi bintang dalam isu separatisme Cina, bersanding dengan tokoh perlawanan Tibet Dalai Lama. Bahkan koran pemerintah Cina, Harian Rakyat, menjuluki Rebiya sebagai ”Dalai Lama Uighur”.

Rebiya adalah bekas tukang cuci yang berhasil menjadi salah seorang perempuan pengusaha terkaya di Cina. Ia mengelola 1.000 program keluarga ibu rumah tangga yang membantu perempuan Uighur menjalankan usaha. Penduduk Uighur mengenalnya sebagai miliuner.

Kariernya sebagai pengusaha moncreng sehingga bisa menembus elite politik di Ibu Kota Beijing. Ia ditunjuk sebagai anggota Konferensi Konsultasi Politik Rakyat Cina. Ia bahkan dikirim sebagai salah satu delegasi konferensi PBB tentang perempuan pada 1995.

Tapi nasibnya berubah ketika suaminya yang juga aktivis Sidik Rouzi kabur ke Amerika Serikat pada 1996. Sidik dijebloskan ke penjara karena kampanye melawan perlakuan terhadap etnis Uighur, yang merupakan separuh populasi Provinsi Otonomi Xinjiang. Paspor Rebiya dirampas. Ia dijebloskan ke penjara pada Agustus 1999, ketika akan bertemu dengan delegasi Kongres Amerika untuk mengadukan nasib tahanan
politik di Xinjiang. Dakwaannya: membahayakan keamanan nasional. Ia dinyatakan bersalah oleh pengadilan rakyat di Urumqi pada 10 Maret 2000.

Ia mendekam dalam penjara selama enam tahun, dan dibebaskan pada 2005 dengan alasan kesehatan. Tapi dalam memoar berjudul Dragon Fighter (Kales Press) yang terbit pada Mei lalu, Rebiya menyebut ia bebas
setelah Menteri Luar Negeri Condoleezza Rice campur tangan. Ia disekap dalam penjara berukuran 2,5 meter persegi, dan pernah diminta berteriak ”kami tak ingin berpisah dari Cina” sebanyak 50 kali.
Pengalaman dari dalam penjara inilah yang membikin Rebiya kian gigih melawan pemerintah Cina.

Rebiya kemudian pindah ke Virginia, Amerika Serikat. Beberapa keluarganya masih di Xinjiang, bahkan dua anaknya masih meringkuk dalam penjara. Dari Virginia itu ia mengelola Kongres Uighur Dunia dan Asosiasi Uighur Amerika untuk memperjuangkan nasib etnis Uighur di Cina. Untuk itu ia sempat dinominasikan sebagai penerima hadiah Nobel Perdamaian pada 2006.

Setelah kerusuhan di Urumqi tersebut, Rebiya menemui komisi pemerintah untuk kebebasan beragama agar mendorong pemerintah Amerika menjatuhkan sanksi pada Cina. Rebiya menuduh Cina menggunakan kekerasan yang menimbulkan korban untuk menghentikan protes damai etnis Uighur. ”Anda dapat membandingkannya dengan pembantaian di Lapangan Tiananmen,” ujar Rebiya.

Setelah Dalai Lama, kini Rebiya muncul, membuat pemerintah Beijing makin direpotkan dengan isu separatisme.

Raihul Fadjri

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/07/20/ITR/mbm.20090720.ITR130878.id.html
http://media-klaten.blogspot.com/2009/07/sepuluh-syarat-cinta-dari-uighur.html

Jatuhnya Khilafah

Akibat Jatuhnya Khilafah

Kedatangan bulan Rajab memberikan kesempatan untuk merenungkan kewajiban kita mengenai permasalahan Khilafah. Berbagai peristiwa seperti penindasan terhadap muslim Uighur, kecaman Perancis terhadap busana muslim, serbuan Amerika terhadap Afghanistan dan Pakistan, dan pengepungan terhadap Palestina adalah peristiwa-peristiwa yang menunjukkan betapa pentingnya kehadiran Khilafah kembali, suatu Negara Islam Global yang akan menerapkan semua ketentuan Allah dan akan mengembalikan keadilan, kedamaian, dan keamanan bagi semua umat manusia.

Minggu depan pada tanggal 28 Rajab, Umat akan memperingati 88 tahun kejatuhan Khilafah. Sejak hilangnya Khilafah pada tahun 1342H/1924M, umat berada dalam posisi terkungkung oleh dominasi kekuatan kolonial kafir. Dominasi ini hingga sekarang masih berlangsung melalui kaki tangannya dan penguasa bonekanya. Demikian pula, banyak sekali negeri-negeri Eropa yang menunjukkan ketidakpuasannya terhadap muslim di negeri tersebut. Dalam hal ini, kami akan menelaah peristiwa penting akhir-akhir ini dan juga mengingatkan umat bahwa sebenarnya kita semua sangat rentan oleh semua bentuk ancaman. Maka tidak ada lain bahwa jalan keluarnya tidak lain adalah membentuk kembali Khilafah Rashida, sebagaimana Rasulullah dulu membentuk negara Islam pertama dengan menggunakan metoda politik dan intelektual.

Somalia: 3,5 juta muslim di ujung tanduk

Sebagaimana dilaporkan oleh harian Irish Times, “Tidak kurang dari 3,5 juta warga Somalia berada dalam kondisi mengkhawatirkan, dimana tidak ada makanan, pelayanan kesehatan yang memadai, maupun keamanan.” Wartawan tersebut juga melaporkan bahwa dibawah perlindungan Persatuan Pengadilan Islam (Union of Islamic Courts), negeri Somalia justru menikmati masa ‘keadilan hukum, keamanan bagi semua warga Somalia.” Namun ini semua berubah drastis, ketika Amerika mengirim bonekanya Ethiopia untuk menyerbu Somalia dengan satu tujuan, yaitu menggulingkan Persatuan Pengadilan Islam. Sejak saat itu, pertempuran masih terus berkecamuk antara ‘pemerintah federal transisi’ yang dipimpin oleh Sheikh Sharif Ahmed, melawan ‘Al Shabab’ , yang berjuang untuk menerapkan Syariat Islam. Sebagai reaksi terhadap tekanan umat Islam, Amerika mengirim pasokan senjata untuk memperkuat rezim Sharif Ahmad yang terancam untuk digulingkan oleh kelompok yang ingin menerapkan Syariat Islam. Seorang pejabat AS mengatakan kepada harian Washington Post, “ Keputusan telah dibuat di tingkat tertinggi bahwa pemerintah federal somalia tidak boleh jatuh, dan semua upaya akan dilakukan untuk memastikan agar pasukan keamanan pemerintah somalia mampu bertahan melawan para pemberontak.” Pejabat yang tidak disebut namanya juga menambahkan bahwa pengiriman senjata dan amunisi akan sampai di ibukota Somalia, Mogadishu dalam bulan ini.

Serangan terhadap Muslim di Perancis dan Jerman

Di Eropa, umat Islam menyaksikan larangan terhadap pemakaian busana muslimah Burka oleh Perancis dan pembunuhan terhadap muslimah yang sedang hamil di dalam pengadilan di Jerman. Di Perancis, Presiden Sarkozy mengatakan,”Burka bukan simbol agama, ia adalah simbol perbudakan,’ katanya dihadapan anggota dewan perwakilan yang berkumpul untuk mendengarkan pidatonya. Ia lalu juga mengatakan bahwa ‘Burka tidak akan ditolerir penggunaannya di wilayah Republik Perancis.” Pernyataan ini merupakan tanggapan terhadap keprihatinan 65 wakil rakyat Perancis yang meminta komisi dewan perwakilan untuk meneliti apakah wanita muslim yang mengenakan Burka di hadapan khalayak umum mengancam hak asasi wanita dan tradisi sekuler Perancis. Para wakil rakyat ini terdiri dari perwakilan Komunis, dan perwakilan dari partai Sarkozy.
Seruan Sarkozy langsung mendapat dukungan dari perwakilan partainya yang saat ini menguasai pemerintah, tapi ditolak oleh partai Sosialis (sebagai partai oposisi saat ini). Hal ini bukanlah pertama kalinya terjadi di Perancis, mengenai busana muslimah. Pada tahun 2004, Perancis mengeluarkan UU yang melarang wanita mengenakan kerudung di sekolah-sekolah negeri dan kantor pemerintah. Sungguh mengecewakaan bahwa Perancis yang mendengungkan kebebasan beragama dan toleransi, ternyata tidak diterapkan pada umat Islam sendiri yang tinggal di Perancis.

Di Jerman, Marwa al-Sherbini ditikam hingga meninggal di dalam sesi pengadilan yang sedang berlangsung sebanyak 18 kali. Anehnya, polisi jerman juga justru menembak suami Marwa yang sedang berjuang menyelamatkan istrinya ketimbang membekuk pelaku penikaman. Di Jerman, sebagaimana di Perancis dan negara Eropa lainnya, emosi anti Islam memang sedang menghangat dalam 1 dekade terakhir. Maka tidaklah heran ketika pembunuhan seperti itu bisa terjadi, mengingat iklim kebencian yang sedang berkembang di sana.

Cina: Kerusuhan sebagai balasan terhadap terbunuhnya muslim di bulan Juni

Di bulan Juni, massa warga Cina suku Han membunuh dua pekerja muslim (suku Uighur) di kota Shaoguan propinsi Guangdong Selatan. Peristiwa ini menyulut aksi balasan antara muslim Uighur dan warga Cina suku Han, termasuk pasukan keamanan Cina di Urumqi, ibukota Turkistan Timur, yang kini diduduki Cina dan dinamakan Xinjiang.

Pejabat Cina mengatakan 156 warga telah tewas, kebanyakan diantara mereka adalah warga Han yang meninggal di hari Minggu. Kelompok Uighur mengatakan sebaliknya dimana mayoritas yang meninggal adalah warga Uighurs. Pada hari Selasa sekitar 200 wanita Uighur menghadapi pasukan anti huruhara Cina untuk membebaskan lebih dari 1400 warga yang ditahan akibat kekerasan di hari Minggu tersebut. Setelah itu, ratusan warga Cina suku Han merangsek jalan-jalan di Urumqi dan merusak toko-toko yang dimiliki umat Islam.

Sejak April 1996, lebih dari 57 ribu warga muslim Uighurs telah ditahan dan sekitar 1700 diantara mereka dihukum mati. Pemerintah Cina juga meningkatkan razia terhadap aktifitas agama yang ‘tidak mendapat ijin’. Eksekusi mati terhadap 30 warga muslim di bulan Februari 1997 juga sungguh brutal. Pemenjaraan adalah salah satu alat yang digunakan pemerintah Cina untuk menindas muslim dan Islam. Mereka membakar Quran dan melarangnya. Mereka juga melarang aktifitas keagamaan dan melarang bahasa Uighurs (yang menggunakan huruf Arab). Pemerintah Cina juga melakukan kebijakan transmigrasi untuk memperbanyak kehadiran etnik Han di Xinjiang sehingga mengurangi tingkat mayoritas warga Uighurs di sana. Pada tahun 1949, warga Cina suku Han hanya sebesar 2-3% saja, tetapi kini mereka sudah mencapai 50% dan menguasai semua lini perdagangan.

Peningkatan intensitas operasi militer AS di Pakistan dan Afghanistan

Di Afghanistan, pasukan pendudukan AS melancarkan serangan darat yang melibatkan helikopter tempur, tank, dan 4 ribu marinir. Serbuan massal ini dikoordinasikan dengan pesawat tempur tidak berawak yang lepas landas dari Pakistan dan menewaskan 115 warga. Lebih jauh lagi, pemerintah Pakistan mengijinkan serbuan udara yang menewaskan 24 warga di wilayah Swat dan Waziristan. Hal ini belum ditambah peran Pakistan yang membantu usaha Amerika yang menyebabkan terjadinya 2 juta pengungsi. AS dan Pakistan justru bekerjasama untuk mencekik umat, yang berjuang melawan pendudukan Amerika. Apa yang terjadi di Afghanistan adalah bukti bahwa AS tidak mampu memperbudak umat begitu saja, tanpa bantuan dari rezim pemerintahan muslim pengkhianat seperti rezim Zardari yang kini berkuasa di Pakistan. Apa yang AS perbuat di Pakistan memang berbeda dari apa yang ia lakukan di Iraq, dimana AS menggunakan bantuan negara tetangga seperti Iran dan Syria untuk menghadapi perlawanan umat Islam.

Pengepungan Palestina: Kematian yang menyengsarakan

8 bulan telah berlalu sejak pembantaian yang dilakukan Israel terhadap muslim di Gaza. Meskipun bom sudah berhenti berjatuhan –dan media juga sudah tidak meliputnya kembali– pembantaian terhadap Gaza masih berlangsung. Ketimbang menggunakan bom, Israel menggunakan taktik pengepungan yang mematikan. Contohnya, karena muslim tidak dibolehkan memiliki akses terhadap bahan bangunan, maka mereka harus hidup di tenda. Sebagaimana direkam dalam sebuah film dokumenter yang diudarakan oleh harian Inggris The Guardian, seorang ayah harus tetap terjaga sepanjang malam untuk melindungi anak-anaknya dari terkaman binatang liar! Siapapun yang bisa berperan sebagai pengamat yang obyektif akan melihat bahwa tindakan brutal yang dihadapi umat di palestina adalah akibat langsung dari pendudukan Israel, seperti antrian di pos perbatasan hingga berjam-jam, melihat secara pasrah aksi yang dilakukan buldozer Israel dalam menghancurkan rumah warga dan pohon-pohon zaitun yang merupakan sumber penghasilan warga palestina, atau menderita terhadap teror pasukan israel yang merazia rumah-rumah warga di tengah malam. Sebagaimana terlihat dalam acara TV ’60 Minutes’ pasukan Israel bisa seenaknya memasuki rumah warga secara paksa dan menggunakannya sebagai pos komando operasi.

Situasi muslim di Palestina sungguh merupakan refleksi terhadap pentingnya memiliki Khilafah. Muslim dulu pernah mengontrol wilayah tersebut tanpa jeda sejak jaman Khalifah Umar bin Al-Khattab (ra) hingga kedatangan pasukan Salibi.Seruan untuk membebaskan Al Quds pun dikumandangkan oleh Salahudin Ayyubi yang berjuang dengan gagah berani dan dengan seijin Allah, telah berhasil membebaskan Al Quds. Supremasi Islam pun kembali berlanjut hingga datang ke masa pemerintahan Khilafah Ottoman (Uthmani), yang pada akhirnya melemah karena tanggungan hutang yang membesar. Pergerakan Zionis pun mengambil kesempatan dari lemahnya keuangan kekhilafahan dan berusaha untuk membeli Al Quds. Namun, bagaimanakah tanggapan Khalifah Sultan Abdul Hamid terhadap tawaran ini? Apakah dia langsung naik kereta ke London untuk menerima tawaran tersebut dan menikmatinya sebagaimana apa yang dilakukan penguasa muslim saat ini? Tidak, dia sama sekali tidak! Dengan tegas, beliau bahkan tidak mau bertemu dengan pemimpin gerakan Zionis dan menyatakan bahwa tanah Al Quds telah terbasahi oleh darah para syuhada dan mujahideen, maka akan terlalu murah untuk ditukar dengan kekayaan apapun. Sungguh suatu bentuk kepemimpinan yang kini sulit ditemukan dari sekitar 50 an negara muslim sekarang ini.

Mudah-mudahan ALLAH membantu kita meneruskan kembali kehidupan Islam dengan kembalinya Khilafah Rashidah sesuai dengan metoda politik dan intelektual yang dicontohkan rasulullah saaw. Semoga ALLAH mengijinkan generasi berikutnya untuk bisa hidup dibawah naungan Khilafah, terlindungi dari penindasan dan pendudukan.

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” [An-Nur24:55]

(sumber : http://www.khilafah.com/index.php/the-khilafah/issues/7068-repercussions-of-destroying-the-khilafah; Sabtu, 18 Juli 2009)


sumber:

http://hizbut-tahrir.or.id/2009/07/28/akibat-jatuhnya-khilafah/

Kekayaan” Uighur

“Kekayaan” Uighur yang Luar Biasa

E-mail Print PDF

75 persen pajak dari Xinjiang masuk ke pemerintah pusat, padahal wilayah itu merupakan daerah otonomi


Hidayatullah.com--Wilayah Otonomi Uighur Xinjiang ini memiliki kekayaan alam luar biasa, mulai dari minyak, gas, dan batu bara. Pemerintah Komunis China menjadikan Xinjiang sebagai pusat strategi keamanan energi nasional.

Kabinet China menerbitkan dokumen berjudul ''Proposals of the State Council on Promoting Economic and Social Development in Xinjiang" yang secara jelas mengungkapkan bahwa pada 2020, Xinjiang akan menjadi basis pengolahan dan produksi migas terbesar di China.

Cadangan Minyak dan Gas

- Wilayah Xinjiang menguasai 20 persen cadangan potensial minyak China.

- Cadangan minyak mencapai antara 20-40 miliar ton minyak mentah

- Cadangan gas sedikitnya 12,4 triliun kaki kubik

* China National Petroleum Corp, perusahaan minyak milik negara terbesar, memiliki hak monopoli pengelolaan dan eksplorasi migas di Xinjiang.

- Penemuan minyak yang besar di cekungan Sungai Tarim dan gurun Taklamakan telah menarik perhatian global.

- China membangun pipa sepanjang 2.600 mil yang mengaliri migas ke sebagian besar kota besar seperti Shanghai hingga ke Beijing.

Strategi Energi China


- Mengurangi ketergantungan migas dari luar negeri

- Menjadikan Xinjiang sebagai pusat penyimpanan dan cadangan nasional

- Selain Xinjiang, China memiliki basis produksi minyak besar di:

* Heilongjiang

* Shandong

* Liaoning

Penghasilan

* 75 persen pajak dari Xinjiang masuk ke pemerintah pusat, padahal wilayah itu merupakan daerah otonomi.

* Ekonomi China sangat tergantung migas, dan negeri Tirai Bambu itu menjadi salah satu pemain utama global dalam perang energi dengan AS, Rusia, dan Uni Eropa.

* China rata-rata menghabiskan 65 miliar dolar AS per tahun untuk impor energi, kebanyakan dari Arab Saudi dan Iran.

* Pada 2008, Xinjiang memproduksi 27,4 juta ton minyak mentah atau melebihi produksi ladang-ladang di Shandong.

* Pada 2009, Xinjiang diharapkan mampu memproduksi minyak hingga 28 juta ton.

* Pertumbuhan GDP Xinjiang mencapai 10 persen per tahun

* Tiap tahun, setidaknya 500 ribu turis asing datang

* Lebih dari 13 juta pelancong domestik juga datang

* Memperoleh pendapatan dari pariwisata rata-rata 1,5 miliar dolar AS per tahun

Kondisi Xinjiang

* Meski berada di daerah emas hitam dengan kekayaan melimpah, namun Xinjiang sangat berbeda dengan provinsi-provinsi China lainnya.

- Tak ada industrialisasi di sana

- Penduduk sebagian besar hidup dalam kemiskinan. [Xinhua/Center for Energy and Global Development/China Daily/Reuters/Republika]

ilustrasi :http://china.cn

China Menghapus Identitas Etnis Muslim Uighur

Usaha China Menghapus Identitas Etnis Muslim Uighur

E-mail Print PDF
Etnis Han sengaja dipindahtempatkan oleh pemerintah China ke Xinjiang guna menghapus etnis Uighur hingga ke akarnya

Hidayatullah.com -- Pemerintah China menempatkan jutaan etnis Han China di wilayah mayoritas Muslim, Xinjiang, dengan tujuan utama memaksakan identitas dan kebudayaan Han di sana. Muslim di Xinjiang menjadi seperti orang asing di kampung halaman mereka sendiri.

"Mereka menghancurkan keseimbangan demografis dengan membawa orang-orang China," kata Qutub, seorang pedagang pakaian di pasar tradisional di kota Urumqi kepada Christian Science Monitor dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada Senin, 28 April.

"Mereka ingin agar suku kami musnah. Mereka mengeringkan akar-akar kami."

Pemerintah China telah berkampanye selama puluhan tahun guna menempatkan lebih banyak lagi etnis Han China di Xinjiang, sebuah wilayah yang merupakan kampung halaman dari jutaan etnis minoritas Uighur.

Pada tahun 1949, ketika pemerintah mengambil alih Xinjiang, etnis Han hanya berjumlah 7% dari total populasi di sana. Sekarang mereka sudah berjumlah lebih dari 40%, dan jumlahnya terus bertambah.

Uighur mengeluh karena Han membawa serta kebudayaan dan kebiasaan mereka ke dalam wilayah propinsi yang mayoritasnya Muslim.

Kebanyakan perusahaan dimiliki oleh Han yang sebagian besar mempekerjakan orang-orang dari etnis mereka sendiri. Sementara pekerjaan kasar untuk orang-orang Uighur.

Uighur diperlakukan sebagai warga kelas dua. Dialek Turki mereka dilarang digunakan di sekolah-sekolah, dan perwakilan di departemen-departemen pemerintahan sangat minim.

"Kami merasa seperti orang asing di tanah kami sendiri," keluh Batur, seorang guru Uighur di kota Urumqi. "Kami ini seperti orang-orang Indian di Amerika."

Wilayah barat-laut Xinjiang, rumah bagi sekitar 8 juta etnis minoritas Uighur, telah menjadi wilayah otonomi sejak tahun 1955, namun tetap saja terus-menerus menjadi sasaran kekerasan dengan alasan keamanan.

Beijing melihat Xinjiang sebagai aset yang tak ternilai karena lokasinya yang sangat strategis, dekat dengan Asia Tengah, dan jumlah kandungan minyak dan gasnya yang besar.

Agama


Satu hal yang menjadi perhatian utama etnis Uighur adalah agama mereka, Islam, yang terus menghadapi tekanan. "Tidak ada kebebasan beragama di sini," kata seorang petani kapas di sebuah desa yang berjarak 50 mil ke selatan dari kota Kucha, kota Uighur yang dihuni oleh 200 ribu orang, kepada Monitor.

Muslim di Xinjiang mengeluhkan penutupan masjid dan sekolah agama dengan alasan tidak memiliki izin sebagaimana yang diharuskan.

Peraturan pemerintah melarang pemuda Muslim di bawah umur 18 tahun shalat di masjid. Peraturan terakhir yang baru saja dikenalkan, melarang pegawai pemerintah lokal pergi ke masjid, melarang guru-guru memelihara jenggot, dan melarang mahasiswa membawa Al-Qur'an ke kampus. Demikian dikatakan oleh seorang aktivis.

Di Kucha, 50 pemuda belakangan ini ditangkap karena belajar di sekolah agama swasta. Pada dinding masjid peninggalan abad 16 di kota itu, ada spanduk merah pemerintah yang bertuliskan "Perang Melawan Aktivitas Keagamaan Ilegal."

Di dinding dalam masjid ada papan pengumuman yang memuat daftar aktivitas "ilegal" yang dimaksud, dengan urutan pertama, yaitu "mengobarkan jihad" atau "pan-Islamisme."

Pemerintah membenarkan tindakan yang menekan Uighur tanpa henti itu dengan alasan anti-separatis dan melawan terorisme. "Jika Anda terlalu relijius, pemerintah menjadi takut," kata si petani kapas.

Nicholas Bequelin, peneliti pada Human Rights Watch membenarkannya. Ia mengatakan bahwa pemerintah menyamakan aktivitas keagamaan --di luar apa yang telah ditetapkan-- dengan terorisme dan separatisme.

Kelompok HAM telah lama menuduh Beijing melakukan penekanan atas agama Muslim di Uighur. Pada saat Olimpiade Beijing, pemerintah menuduh ada rencana teroris yang ingin mengacaukan acara tersebut, yang berasal dari Xinjiang.

Mereka juga mengatakan, sebuah penerbangan dari Urumqi hampir saja meloloskan sebuah usaha pembajakan.

Namun, pakar dan aktivis HAM mengatakan, pernyataan pemerintah itu -- yang tidak bisa diverifikasi secara independen -- kelihatan sangat berlebihan dan hanya dimaksudkan sebagai alasan lain guna kembali menekan Muslim Xinjiang.

Kasar

Kerusuhan sosial di Xinjiang itu, disesalkan Pemerintah Indonesia. Namun, kata juru bicara Departemen Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah, Pemerintah Indonesia juga menyatakan bahwa upaya menciptakan ketertiban masyarakat sudah dilakukan oleh Pemerintah China.

''Kita berharap upaya itu memang cepat dilakukan, sehingga tak terjadi masalah yang berkepanjangan di Xinjiang,'' kata Faizasyah.

Pengamat China dari Baptist University, Hong Kong, Jean-Pierre Cabestan, mengatakan, kerusuhan di Xinjiang membuktikan klaim Pemerintah China bahwa kehidupan berjalan aman telah terbantahkan.

''(Kerusuhan itu) menunjukkan bahwa China masih merupakan negara yang kasar, dengan tingkat kerawanan masyarakatnya yang serius,'' kata Cabestan.

Pemerintah Cina ingin membuktikan sisi baiknya dengan mengundang para wartawan yang sengaja diterbangkan ke Urumqi, menyusul terjadinya kerusuhan. Sayangnya, Beijing tak sadar, opini internasional tidak bisa diarahkan berdasarkan informasi dari kantor berita pemerintah.

Mayat-mayat kaum Muslim yang hangus terbakar, dan kesaksian orang-orang yang selamat, pasti akan dapat membangkitkan pengertian, atau mungkin melahirkan simpati, bagi penjelasan Beijing mengenai pembantaian dan banjir darah Ahad lalu. [dija, cha, berbagai sumber/www.hidayatullah.com]
Last Updated ( Tuesday, 14 July 2009 05:06 )

Bahasa Uighur

Bahasa Uighur

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari
Uyghur
Dituturkan di: Tiongkok, Kazakstan
Daerah: Wilayah Otonomi Xinjiang Uighur
Jumlah penutur keseluruhan: 8,5-8,8 juta
Peringkat Bahasa: 98
Keluarga bahasa
Klasifikasi:
Altai

Turki
Bagian Timur
Uighur

Status Resmi
Bahasa Resmi di: Xinjiang Uighur, Tiongkok
Regulated by: --
Kode bahasa
ISO 639-1 ug
ISO 639-2(B) uig
SIL UIG

Bahasa Uighur atau Uyghur merupakan anak cabang dari bahasa-bahasa Turki, dengan penutur diperkirakan mencapai 8 - 8,8 juta jiwa. Bahasa Uighur memiliki keserupaan dengan bahasa-bahasa Turki lainnya, jika anda menguasai bahasa Uighur maka anda tidak akan menghadapi banyak kesulitan bila berbicara dengan penutur bahasa Uzbek maupun Kazak, karena kesamaan dalam kosakata maupun strukturnya.

Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Asal Mula Bahasa Uighur

Bahasa Uighur berakar dari bahasa Turki kuno yang hidup di kawasan Asia Tengah, tepatnya dari kelompok bahasa Chagatay. Para sejarawan Tiongkok berpendapat bahwa apa yang disebut Uighur saat itu menggunakan bahasa yang disebut Huihu dan Tujue yang menjadi bahasa antarbangsa di wilayah tersebut selama berabad-abad. Bahasa Huihu dipakai di kerajaan-kerajaan seperti : Kerajaan Tujue, Kerajaan Kara, Huihu, Dinasti Liao Barat, Ke-Khan-an Jinzhang, Ke-Khan-an Chagatay, dan Kekaisaran Timur. Bahasa inilah yang kemudian berkembang menjadi Bahasa Uighur yang sekarang ini.

Pada abad ke-10, ketika kelompok ini menganut agama Islam, kosakata bahasa Arab dan Persia mulai memasuki bahasa ini dan menjadikan bahasa Uighur sebagai bahasa yang sangat kaya.

[sunting] Daerah Sebar Bahasa

Bahasa Uighur menjadi bahasa resmi di wilayah otonomi Xinjiang Uighur, Tiongkok. Tersebar juga di wilayah-wilayah lain di Tiongkok, selain itu ada sekitar 300.000 penutur di Kazakstan, Kirgiztan dan Mongolia. Ada juga sekitar puluhan keluarga Uighur yang hidup di bagian utara Pakistan dan komunitas berbahasa Uighur lainnya di Uzbekistan, Tajikistan, Afganistan, Turki, Amerika Serikat dan lainnya.

[sunting] Status Bahasa

Bahasa Uighur merupakan bahasa resmi di wilayah otonomi Xinjiang Uighur dan sejajar dengan 56 bahasa lainnya di Tiongkok. Bahasa ini dipakai dalam kehidupan sehari-hari, dan diajarkan di sekolah-sekolah di seluruh Xinjiang. Namun demikian, Bahasa Tionghoa atau Han tetap wajib dipelajari sebagai bahasa Nasional.

[sunting] Kosakata

Kosakata Bahasa Uighur berakar dari Turki, namun banyak mendapat pengaruh dari Bahasa Persia dan Bahasa Arab. Untuk istilah-istilah internasional, Uighur banyak menyerap kosakata Bahasa Rusia dan Bahasa Tionghoa.

[sunting] Sistem penulisan

Pada masa pra-Islam, bahasa Uighur ditulis dengan huruf Orkhon yang serupa dengan huruf Runik, kemudian semenjak Islam mulai dianut masyarakat Uighur(tepatnya abad ke 10 Masehi), semua penulisan memakai huruf Arab. Pemerintah Komunis Tiongkok pada tahun 1969 berupaya memperkenalkan huruf Latin sebagai sistem penulisan manunggal bagi Bahasa Uighur, namun usaha tersebut tidak berhasil, sehingga pada tahun 1983 huruf Arab yang dimodifikasipun kembali diperkenalkan sebagai satu-satunya sistem penulisan bagi Bahasa Uighur. Perbedaannya adalah dengan ditambahkannya beberapa diakritik khusus yang sesuai dengan pengucapan lidah setempat. Sedangkan masyarakat Uighur di negara-negara bekas Uni Soviet menggunakan huruf Sirilik. Berikut ini contoh perbandingan sistem penulisan antara Arab-Uighur, Latin Turki dan Latin sistem IPA

Perbandingan Abjad Uighur
Arab Latin Turki IPA Arab Latin Turki IPA


ئا A a a a ق K̡ k̡ ? q
ئه Əə ? æ ك K k k k
ب B b b b ڭ ng ng ŋ
پ P p p p گ G g g g
ت T t t t ل L l l l
ج J j c ʤ م M m m m
چ Q q ç ʧ ن N n n n
خ H h ? x ه H̡ h̡ h h
د D d d d ئو O o o o
ر R r r r ئۇ U u u u
ز Z z z z ئۆ Ɵɵ ö œ
ژ Z̡ z̡ j ʒ ئۈ Ü ü ü y
س S s s s ۋ V v v v
ش X x ş ʃ ئې E e e e
غ Ƣƣ ğ ɣ ئى I i i i
ف F f f f ي Y y y j

Huruf Arab Uighur merupakan satu-satunya sistem penulisan huruf Arab yang paling mudah dibaca, bahkan penciptaan sistem baru ini dianggap sebagai salah satu sistem yang paling konsisten. Tidak seperti sistem penulisan pada Bahasa Arab, Bahasa Urdu, Bahasa Persia maupun Bahasa Pashtun dimana sistem bacanya tidak konsisten dengan penulisannya. Jadi, orang tidak akan mengalami kesulitan dalam membaca huruf Arab Uighur ini.

[sunting] Dialek Uighur

Bahasa Uighur baku diambil dari bahasa Uighur yang dipakai oleh warga Urumqi, ibukota Xinjiang Uighur. Secara umum, dialek bahasa Uighur terdiri atas dialek UighurPusat (Central Uyghur), Hotan' dan Lopnur.

[sunting] Kesusasteraan Uighur

Kesusateraan dalam bahasa Uighur juga sangat kaya, tidak heran pada masa lalu kawasan Xinjiang Uighur atau dikenal dengan Turkestan Timur merupakan salah satu pusat kebudayaan Islam di barat Tiongkok dan telah dikenal sejak zaman sebelum Masehi sebagai perlintasan jalur sutera.

[sunting] Contoh Ungkapan Bahasa Uighur

  • Yaxshimusiz?: Apa kabar?
  • Ismingiz nime?: Siapa namamu?
  • Mening ismim....: Nama saya.....
  • Rehmet sizge: Terima kasih

[sunting] Lihat pula

sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Uighur

Muslim Jadi Korban Kerusuhan Di China

Muslim Jadi Korban Kerusuhan Di China, 156 Tewas dan 800 Luka-luka

Diposting pada Selasa, 07-07-2009 | 16:54:43 WIB

Xinjiang, wilayah China yang mayoritas penduduknya Muslim diisolasi oleh aparat keamanan Negeri Tirai Bambu menyusul aksi massa yang berakhir dengan bentrokan dengan aparat hari Ahad (5/7) kemarin. Akibat bentrokan itu, kabar terakhir menyebutkan 156 orang tewas sementara 800 orang luka-luka.

Suasana kota Urumqi berangsur tenang setelah 20.000 polisi, pasukan militer, dan petugas pemadam kebakaran dikerahkan untuk membubarkan massa yang berkumpul di jalan-jalan.

Laporan kantor berita Xinhua yang dikutip Reuters, Selasa (7/7/2009), menyebutkan jumlah yang ditangkap mencapai 1.434 orang. Lebih dari 700 orang ditangkap karena dituduh berperan dalam kekerasan itu, kata kantor berita resmi Xinhua, namun penduduk setempat mengatakan kepada Reuters bahwa polsi melakukan operasi membabi-buta di daerah-daerah Uighur.

Lebih dari 20.000 polisi khusus dan bersenjata, pasukan dan pemadam kebakaran dikerahkan dalam penumpasan kekerasan di Urumqi, namun meski pengamanan diperketat, kerusuhan tampaknya meluas di wilayah bergolak itu.

Sekitar 200 orang yang "berusaha berkumpul" di masjid Id Kah di pusat kota Silk Road Kashgar dibubarkan oleh polisi pada Senin petang, kata Xinhua.

Sejumlah organisasi advokasi Muslim Uighur yang menjadi penduduk mayoritas di Xinjiang mengatakan bahwa aksi protes itu dipicu oleh kebijakan yang diskriminatif serta kontrol terhadap budaya dan agama yang dilakukan pemerintah Cina. Menurut Dilxat Raxit, juru bicara Kongres Muslim Uighur yang berbasis di Jerman, ribuan pengunjuk rasa itu meminta penjelasan dan mendesak pemerintah pusat untuk menghentikan diskriminasi etnis.

"Kemarahan ini sudah berlangsung sejak lama," kata Raxit. Tapi tuntutan Muslim Uighur tidak pernah digubris oleh pemerintah Cina. Muslim Uighur yang jumlahnya lebih dari 8 juta orang di Xinjiang malah sering menjadi sasaran penangkapan aparat Cina.

Sementara, pemerintah Beijing mengatakan bahwa kerusuhan itu, yang paling buruk di kawasan tersebut dalam beberapa tahun ini, merupakan pekerjaan dari kelompok-kelompok separatis di luar negeri, yang ingin menciptakan wilayah merdeka bagi minoritas muslim Uighur.

Kelompok-kelompok itu membantah mengatur kekerasan tersebut dan mengatakan, kerusuhan itu merupakan hasil dari amarah yang menumpuk terhadap kebijakan pemerintah dan dominasi ekonomi China Han.

Sedangkan Direktur Pemantau Hak Asasi Manusia Asia, Sophie Richardson, menuntut dilakukannya penyelidikan independen terkait kerusuhan berdarah itu.

"Siapa pun yang memulai kekerasan harus ditindak tegas," katanya.

Bentrokan hebat terjadi antara 3.000 warga minoritas Muslim Uighur dan kepolisian China di Urumqi, Xinjiang, pada Minggu malam waktu setempat.

Saksi mata menyebut kerusuhan terjadi ketika polisi China berupaya membubarkan aksi unjuk rasa damai warga Uighur, yang meminta digelarnya investigasi atas kematian 2 warga Uighur ketika terjadi bentrok dengan para pekerja dari etnis Han di pabrik mainan di Provinsi Guangdong, China Selatan, bulan lalu. (bbs)


sumber:

http://www.muslimdaily.net/berita/internasional/3612

Minggu, 26 Juli 2009

Xinjiang Berdarah, Ummat Digugah

Wanted: Xinjiang Berdarah, Ummat DigugahJul 12, '09 11:00 AM
for everyone
Category: Other/General

Kaum Muslimin di Cina, tepatnya di daerah Xinjiang, China barat laut tewas mengenaskan dibantai oleh suku Han China. Jumlah korban kekejian ini diperkirakan mencapai 600 hingga 800 orang. Pimpinan Kongres Uighur (Muslim di China), Dunia, Asgar Can, menyatakan: “Orang yang bertanggung jawab atas serangan ini adalah Wang Leguan, Kepala Partai Komunis Xinjiang, dan juga kebijakan pemerintah,” katanya. Seperti apa kekejaman pemerintah Komunis China ini memperlakukan minoritas kaum Muslimin di China ? Bantuan apa yang harus diberikan oleh kaum Muslimin saat ini ? Berikut kami postingkan kembali artikel tentang Muslim di China!

Apabila mereka (umat Islam) meminta pertolongan kepadamu dalam urusan pembelaan (dikarenakan adanya invansi, dan sejenisnya) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan. “ (QS.8:72)

14 Abad yang lalu Islam datang ke tanah Cina, pada masa pemerintahan Kholifah Ustman ibn Affan (ra), beliau mengirimkan sebuah delegasi di bawah komando Sa’ad ibn Abi Waqqas (ra), paman Nabi (dari garis ibu) ke Cina. Jarak yang ditempuh sekitar 5000 mil mengemban tugas untuk menyebarkan pesan tauhid (agama Islam) ke daerah kekuasaan Cina dan masyarakat cina yang pada waktu itu menganut kepercayaan paganisme. Utusan tersebut berlayar menuju Cina melalui lautan India dan laut Cina sampai di daerah Portugal dari Guangzhou, mereka kemudian berjalan melewati Chang’an (saat ini dikenal dengan Xi’an), perjalanan mereka dikemudian hari dikenal dengan nama Jalur Sutra.

Negara-negara yang terlewati dengan jalur tersebut didakwahi dengan Islam, sehingga orang-orang Muslim tersebar ke setiap bagian Cina, akan tetapi kebanyakan dari mereka bertempat tinggal di Cina bagian barat. Jumlah tertinggi dari ummat Muslim baru-baru ini dapat ditemukan di Xinjiang, Gansu, Ningxia, Yunan dan propinsi Henan. Saat ini jumlah ummat Muslim yang hidup di Cina sekitar 150 juta orang, dengan jumlah masjid lebih dari 30 ribu masjid.

Hari ini, dengan sengaja dan sistematik rezim Cina menyembunyikan keadaan buruk ummat Muslim yang pada kenyataannya berada dalam kondisi disiksa, dianiaya, dan didzolimi. Secara historis rezim buatan manusia ini (Republik Rakyat Cina) secara dahsyat telah memiliki sistem jahat yang tersistematis untuk membersihkan negaranya dari orang-orang Muslim. Berikut rekam sejarah kekejaman rezim Cina kepada Muslim:

- Antara tahun 1949 dan 1965, di bawah rezim komunis Mao, ummat Muslim yang tinggal di Barat laut Cina sejumlah kurang lebih 26 juta Muslim dibunuh oleh tentara Cina atau mati kelaparan karena ulah dari rezim.

- Tahun 1964, peraturan Cina menggunakan orang-orang Muslim di propinsi Xiang untuk percobaan nuklir sebagai akibatnya, orang-orang di daerah tersebut ditemukan meninggal karena penyakit dan lebih dari 20.000 anak-anak dilahirkan cacat. 210.000 orang-orang Muslim kehilangan hidup mereka sebagai akibat dari percobaan nuklir tersebut dan ribuan lainnya mengidap kanker atau lumpuh.

- Sejak tahun 1966, 10.000 orang Muslim ditahan, ditawan di camp-camp selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun mendekam sebagai tahanan di penjara Cina, disiksa dengan kejam hanya kerena mereka ingin hidup dengan hukum agama mereka yaitu Islam.

- Antara tahun 1995-1997 lebih dari 500.000 orang muslim ditahan tanpa alasan oleh penguasa Cina. Selama periode yang sama lebih dari 5.000 orang meninggal akibat dari siksaan oleh rezim Cina atau dinyatakan hilang. 119 pemuda Muslim dieksekusi secara terbuka dan 5000 muslim ditelanjangi dan diletakkan dihadapan publik untuk dipertontonkan kepada 50 grup/kelompok.

- Kebijakan rasisme dan pembunuhan masal terus berlangsung sampai abad ke 21:

o Wanita Muslim yang hamil tua, diambil dari rumah-rumah mereka dan dipaksa untuk disterilkan/dimandulkan dibawah kondisi yang tidak higienis (tidak bersih) dan anak-anak yang dilahirkan di luar kuota pemerintah dibunuh.

o Disekolah-sekolah pemerintah guru-guru wanita Muslim dilarang memakai kerudung dan guru laki-laki Muslim harus memotong jenggot mereka.

o Masjid-masjid dihancurkan secara bertahap.

o Murid-murid Muslim dengan sengaja disediakan makan siang selama bulan Ramadan sebagai bujukan untuk membatalkan puasa di siang hari.

o Penduduk Muslim diminta untuk tinggal di rumah-rumah mereka pada jam-jam sholat dan dilarang membawa Al-Qur’an pada waktu kerja.

o Siaran radio yang berisi ceramah-ceramah Islam di Masjd dilarang.

o Hampir setiap Masjid di Cina dipasang tanda peringatan larangan untuk sholat rutin berjamaah bagi mereka yang berumur kurang dari 18 tahun.

o Petani-petani Muslim menjual hasil panen mereka kepada agen-agen pemerintah di bawah harga standar karena mereka dilarang menjual ke pasar secara bebas, adapun penduduk Han (penduduk asli Cina) diperbolehkan berdagang tanpa campur tangan pemerintah.

Di bulan Agustus 2006, polisi masuk secara paksa ke rumah wanita Muslim Aminan Momixi ketika dia mengajar Al-Qur’an kepada 37 muridnya, dia ditahan dan murid-muridnya yang terdiri dari anak-anak yang berusia sangat muda sekitar 7 tahunan juga ikut ditahan. Beberapa anak tidak dibebaskan hingga orang tua mereka membayar denda yang berkisar 7000-10.000 yuan (renmibi), padahal gaji rata-rata setiap tahun untuk seorang Muslim berkisar antara 2400 yuan.

Pada minggu terakhir terjadi serangan yang mematikan di sebuah pos polisi disebabkan banyaknya problem atas pelayanan keamanan Cina khususnya berkaitan atas tindakan rezim terhadap Muslim minoritas. Kelompok Mujahidin (yang berada di Turkistan Timur) berada di belakang operasi tersebut melontarkan kasus-kasus Muslim agar menjadi pusat perhatian dunia dan berusaha mengungkap kejahatan rezim Cina, juga menuntut tegaknya negara Islam di Cina atau kekhilafahan di Cina.

Bukan hal yang mengherankan lagi jika seruan serupapun timbul untuk tegaknya sistem kekhilafahan secara internasional oleh ummat Muslim yang ada di Burma, Kasymir, Kazakhstan, Kyrgyztan, Mongolia, Nepal dan Tibet, semua negara tersebut berbatasan dengan Cina atau mereka dapat dikatakan bertetangga. Sistem kekhilafahan ini bukan isapan jempol belaka dari sebuah imajinasi atau hayalan akan tetapi sistem ini telah tegak selama 1302 tahun dimana orang-orang (Muslim maupun non muslim) hidup di bawah hukum-hukum Allah (SWT) dengan damai, keamanan mereka terjaga dan semua kebutuhan dasarnya tersedia dengan harga yang umum.





Seorang muslim di Cina mengatakan, “Jika kamu mengatakan atau bercerita sedikit tentang rezim Cina maka mereka akan memotong lenganmu dan jika kamu bercerita banyak maka mereka akan membunuhmu.”, Muslim yang lain mengatakan, “Jika kamu mengatakan kebenaran tentang mereka (rezim Cina) maka mereka akan memotong keluar lidah saya.” Semua penyiksaan ini yang terjadi di Cina atas orang-orang Muslim (laki-laki, wanita dan anak-anak) maka itu adalah tanggung jawab dan kewajiban orang-orang Muslim seluruhnya secara global untuk membantu satu sama lain dalam rangka membebaskan diri kita sendiri dari belenggu hukum dan kekuasaan manusia.

Rosulullah Salallahu Alaihi Wasalam bersabda: ‘Umat Muslim adalah satu ummat satu sama lain, tanah mereka adalah satu, perang mereka adalah satu, perdamaian mereka adalah satu dan kebenaran mereka adalah satu.’ (HR. Muslim).

Jadi baik ummat Muslim yang hidup di Cina atau di manapun, kita berkewajiban untuk mendukung mereka sebab Allah (SWT) menyatakan kepada kita dalam Al-Qur’an al Karim :

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, Maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, Maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada Perjanjian antara kamu dengan mereka. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Anfaal: 72).

Sumber: http://www.arrahmah.com/index.php/news/read/4972
http://tegoeh.multiply.com/market/item/14

Jeritan Etnis Muslim Uighur

Jeritan Etnis Muslim Uighur
Anak-anak Uighur sedang makan siang di sebuah bazar, Sabtu (5/4) di Hotan, daerah otonomi Xinjiang Uighur. Otoritas China menyalahkan sekelompok warga Muslim sebagai penyulut kerusuhan yang akhir-akhir ini terjadi di Xinjiang. Daerah ini juga menginginkan kemerdekaan dari China.
Senin, 13 Juli 2009 | 06:45 WIB

KOMPAS.com — Kebencian antar ras, Uighur yang minoritas dan Han, yang mayoritas sudah punya sejarah tersendiri.

Kebencian itu pernah memuncak dengan keinginan Uighur memisahkan diri. Hal ini bisa diatasi oleh Mao Zedong dengan mengirimkan tentara tahun 1949 ke Xinjiang. Namun, akar kebencian itu tak pernah sirna.

Kini, booming ekonomi yang diiringi peningkatan kesenjangan makin mencuatkan kebencian kultural di antara dua kelompok etnis itu. Buktinya, sepekan lalu merebak bentrokan etnis di Urumqi yang menewaskan 184 orang. ”Warga etnis Han tidak menyukai kami. Kami selalu mengalami diskriminasi dan dipandang rendah,” kata Abdullah (28) dari Urumqi, ibu kota Provinsi Xinjiang.

”Hampir semua perusahaan China tidak suka menggunakan etnis Uighur dan, jika kami dapat pekerjaan, mereka kurang menghargai kami,” kata Abdullah, buruh di sebuah pabrik baja milik negara.

Dia mengatakan, buruh etnis Han menerima gaji empat kali dari gajinya yang sebesar Rp 1,6 juta per bulan untuk pekerjaan serupa. Kedatangan etnis Han dari sejumlah wilayah di China ke Xinjiang, yang didominasi Muslim Uighur, juga menambah masalah. Pada 1949, porsi etnis Han hanya sekitar enam persen dari total penduduk Xinjiang, sebuah wilayah berpegunungan. Kini persentase Han melejit menjadi 40 persen dari 20,1 juta jiwa penduduk Xinjiang.

”Tak pelak lagi hal ini memperburuk ketegangan etnis, yang makin meningkat akhir-akhir ini,” kata Nicholas Tapp, seorang pakar imigrasi Asia dari Australian National University (ANU), Canberra, Australia.

Kedatangan kelompok etnis Han oleh kelompok etnis Uighur selalu dianggap sebagai niat untuk mencaplok kekayaan minyak, pertambangan, dan pertanian Xinjiang.

Kejengkelan terpendam ini diperburuk lagi dengan perlakuan buruk pada Muslim Uighur. Zabuti, pria Uighur di luar Masjid Zhela, Urumqi, mengatakan, beberapa tempat ibadah ditutup, walau untuk kegiatan rohani, setelah kerusuhan terjadi pekan lalu.

Ada yang berbaur

Namun, ada secercah harapan di wilayah ini. Sejumlah warga Uighur dan Han merasa bisa berbaur. ”Dalam beberapa masa, kelompok minoritas (Uighur) hidup bersama Han,” kata Akbar, etnis Uighur berpendidikan tinggi yang tak paham bahasa China.

Sejumlah warga Han juga merasakan pembauran sejati. ”Saya suka tempat ini, saya juga suka etnis Uighur,” kata Zhang Xuesheng, etnis Han, seorang akademisi yang sudah pensiun, yang sudah tinggal di Urumqi selama 52 tahun.

Zhang malah berbicara di distrik Uighur untuk menyatakan rasa solidaritas saat ketegangan memuncak. ”Saya tak takut datang ke sini. Malah penting untuk menunjukkan bahwa etnis Han tidak menakutkan. Kami ingin berteman,” kata Zhang, yang mengatakan banyak persoalan muncul karena perbedaan bahasa. ”Hal ini menyebabkan sikap salah mengerti.”

”Banyak pemuda Uighur merasa kesempatan mereka akan lebih baik jika bisa berbahasa China... Namun, etnis Han juga merasa prospek kariernya akan lebih baik jika bisa berbahasa Uighur,” kata Zhang.

Kesalahan pemerintah


Namun, keadaan tidak selamanya buruk. Seorang pria Uighur berusia 25 tahun lulusan sebuah universitas di Shanghai berkata lain. ”Di kantor pemerintahan di kota Urumqi, saya adalah satu-satunya etnis Uighur. Namun, saya memiliki teman-teman yang baik,” katanya.

Hal yang membuat dia kecewa adalah tindakan pemerintah yang berlebihan. ”Saya tidak suka cara pemerintah bertindak,” kata pria yang tidak mau disebutkan namanya itu.

Wenran Jiang, seorang pakar China dari University of Alberta, Kanada, mengatakan, walau ada persoalan, ada juga sebuah kesempatan rekonsiliasi di Xinjiang. ”Meski demikian, akar persoalan harus diatasi. Pertama, pemerintah harus mengatasi akar masalah ketimbang menyalahkan orang lain atas kerusuhan yang terjadi. Kedua, pemerintah harus memiliki rancangan politik yang memberi keberpihakan pada etnis Uighur.”

Seorang pemilik toko di Uighur mengatakan, pemerintah bertindak buruk. ”Kadang tindakan mereka bisa kami pendam, tetapi sering juga tindakan pemerintah tak tertahankan,” kata pemilik toko di Urumqi. (AFP/MON)


sumber:

http://internasional.kompas.com/read/xml/2009/07/13/06453996/jeritan.etnis.muslim.uighur


Sejarah Muslim Uighur

Sejarah Muslim Uighur

By Michael Dillon, Pakar sejarah Islam di Cina
Kamis, 09 Juli 2009 pukul 15:32:00

Sejarah Muslim Uighur

Tindak kekerasan di Xinjiang tidak terjadi tiba-tiba. Akar penyebabnya adalah ketegangan etnis antara warga Uighur Muslim dan warga Cina etnis Han.

Masalah ini bisa dirunut balik hingga beberapa dekade, dan bahkan ke penaklukan wilayah yang kini disebut Xinjiang oleh Dinasti Qing Manchu pada abad ke-18.


Pada tahun 1940-an, muncul Republik Turkestan Timur di sebagian Xinjiang, dan banyak warga Uighur merasakan itu menjadi hak asasi mereka.

Namun, kenyataannya, mereka menjadi bagian Republik Rakyat Cina pada tahun 1949, dan Xinjiang dinyatakan sebagai salah satu kawasan otonomi Cina dengan mengeyampingkan fakta bahwa mayoritas penduduk di sana pada saat itu orang Uighur.

Status otonomi tidak tulus, dan meski Xinjiang dewasa ini dipimpin oleh gubernur dari kalangan warga Uighur, orang yang memegang kekuasaan riil adalah sekretaris jenderal daerah Partai Komunis Cina , Wang Lequan, yang orang Cina etnis Han.

Perpindahan Warga

Di bawah pemerintahan Partai Komunis, terjadi pembangunan ekonomi yang sangat gencar, namun kehidupan warga Uighur semakin sulit dalam 20-30 tahun terakhir akibat masuknya banyak warga Cina muda dan memiliki kecakapan teknis dari provinsi-provinsi di bagian timur Cina.




Para migran ini jauh lebih mahir berbahasa Cina dan cenderung diberi lapangan pekerjaan terbaik. Hanya sedikit orang Uighur berbahasa Cina.

Tidak mengejutkan, ini menimbulkan penentangan mendalam di kalangan warga Uighur, yang memandang perpindahan orang-orang Han ke Xinjiang sebagai makar pemerintah untuk menggerogoti posisi mereka, merongrong budaya mereka dan mencegah perlawanan serius terhadap keuasaan Beijing.

Dalam perkembangan yang lebih baru, anak-anak muda Uighur terdorong untuk meninggalkan Xinjiang untuk mendapatkan pekerjaan di belahan lain Cina, dan proses ini sudah berlangsung secara informal dalam beberapa tahun.

Ada kekhawatiran khusus atas tekanan pemerintah Cina untuk mendoroang wanita muda Uighur pindah ke bagian lain Cina untuk mendapatkan pekerjaan. Dan, ini memperkuat kekhawatiran bahwa mereka akhirnya akan bekerja di bar atau klub malam atau bahkan pelacuran tanpa perlindungan keluarga atau masyarakat mereka.

Islam adalah bagian integral kehidupan dan identitas warga Uighur Xinjiang, dan salah satu keluhan utama mereka terhadap pemerintah Cina adalah tingkat pembatasan yang diberlakukan oleh Beijing terhadap kegiatan keagamaan mereka.

Jumlah masjid di Xinjiang merosot jika dibandingkan dengan jumlah pada masa sebelum tahun 1949, dan institusi keagamaan itu menghadapi pembatasan yang sangat ketat.

Anak-anak di bawah usia 18 tahun tidak diizinkan beribadah di masjid. Demikian juga pejabat Partai Komunis dan aparat pemerintah.

Pendidikan Agama Dibatasi

Sekolah keagamaan, madrasah, juga sangat dibatasi. Lembaga-lembaga Islam lain yang dulu menjadi bagian sangat penting kehidupan kegamaan di Xinjiang pun dilarang, termasuk persaudaraan Sufi, yang berpusat di makam pendirinya dan menyediakan jasa kesejahteraan dan semacamnya kepada anggotanya.

Semua agama di Cina dikendalikan oleh Administrasi Negara untuk Urusan Agama, tapi pembatasan terhadap Islam di kalangan warga Uighur lebih keras daripada terhadap kelompok-kelompok lain, termasuk etnis Hui yang juga Muslim, tapi penutur bahasa Cina.

Ketatnya pembatasan itu akibat pertautan antara kelompok-kelompok Muslim dan gerakan kemerdekaan di Xinjiang. Gerakan ini sangat bertentangan dengan posisi Beijing.

Ada kelompok-kelompok di dalam Xinjiang yang mendukung gagasan kemerdekaan, tapi mereka tidak diperkenakan mewujudkannya secara terbuka, sebab "memisahkan diri dari ibu pertiwi" dipandang sebagai pengkhianatan.

Pada dekade 1990-an, setelah ambruknya Uni Soviet dan munculnya negara-negara Muslim independen di Asia Tengah, terjadi peningkatan dukungan terbuka atas kelompok-kelompok "separatis", yang memuncak pada unjuk rasa massal di Ghulja pada tahun 1995 dan 1997.

Beijing menindas unjukrasa dengan penggunaan kekuataan luar biasa, dan para akitvis dipaksa keluar dari Xinjiang ke Asia Tengah dan Pakistan atau terpaksa bergerak di bawah tanah.

Iklim Ketakutan

Penindasan keras sejak digulirkannya kampanye "Strike Hard" (Gebuk Keras) pada 1996 mencakup kebijakan memperketat pengendalian terhadap kegiatan agama, pembatasan pergerakan orang dan tidak menerbitkan paspor dan menahan orang-orang yang didicurigai mendukung separatis dan anggota keluarga mereka.

Ini menciptakan iklim ketakutan dan kebencian sangat kuat terhadap pemerintah Cina dan warga Cina etnis Han.

Mengejutkan bahwa kebencian ini tidak meledak menjadi kemarahan publik, dan unjukrasa sebelumnya, tapi itu dampak ketatnya kontrol yang diberlakukan Cina atas Xinjiang.

Ada banyak organisasi kaum pendatang Uighur di Eropa dan Amerika Serikat. Dalam banyak kasus mereka mendukung otonomi sejati bagi kawasan tanah asal mereka.

Di masa lalu, Beijing juga mempersalahkan Gerakan Islami Turkestan Timur memicu kerusuhan, meski tidak ada bukti bahwa gerakan ini pernah muncul di Xinjiang.

Aparat di Beijing tidak bisa menerima bahwa kebijakan mereka sendiri di Xinjiang mungkin penyebab konflik, dan berupaya mempersalahkan orang luar yang mereka tuding memicu tindak kekerasan. Itu juga terjadi dalam kasus Dalai Lama dan Tibet.

Kalau pun organisasi pelarian Uighur ingin menggerakan kerusuhan, tentu sangat sulit bagi mereka untuk melakukannya, dan ada banyak malasah lokal menjadi penyebab kerusuhan tanpa perlu ada campur tangan dari luar.bbc/taq

sumber:

http://www.republika.co.id/berita/61486/Sejarah_Muslim_Uighur

BBC

http://beritakbar.blogspot.com/2009/07/sejarah-muslim-uighur.html